3 Fakta Terbaru Seputar Isu 'Kawin' Grab dan Gojek
Jakarta - Isu merger dua layanan transportasi online, Grab dan Gojek kembali mencuat. Namun, sampai sekarang belum jelas kebenaran dari isu tersebut.
Berikut 3 fakta terbaru terkait isu 'kawin' dua startup tersebut:
Baca juga:Kalau Grab-Gojek Jadi 'Kawin', Bagaimana Strategi Kompetitor?
1. Kemungkinan Grab Bakal Akuisisi Gojek
Di tengah kabar tersebut, tersebar surat atau catatan internal CEO Grab kepada karyawannya yang menyebut perusahaan itu dalam posisi yang tepat untuk melakukan akuisisi. Catatan internal itu tersebar tepat setelah ramainya isu merger itu mencuat ke publik.
Dalam catatannya, CEO Grab mengatakan bahwa startup itu telah berevolusi dari operator aplikasi pemesanan kendaraan lainnya di Asia Tenggara. Evolusi yang dimaksud seperti lebih dulu menawarkan layanan pengiriman makanan dan asuransi. Selain itu, bisnis perusahaan ini, katanya juga telah pulih sepenuhnya ke tingkat sebelum pandemi.
Lalu, berdasarkan laporan Bloomberg, Grab dan Gojek Indonesia dikabarkan telah membuat kemajuan dalam pembicaraan untuk merger dua startup paling berharga di Asia Tenggara tersebut.
"Ada spekulasi tentang kesepakatan dengan Gojek," ujar salah satu pendiri Grab, Anthony Tan dikutip detikcom dari Reuters, Jumat (4/12/2020).
"Momentum bisnis kami bagus, dan seperti rumor konsolidasi pasar lainnya, kamilah yang berada dalam posisi untuk melakukan akuisisi," sambungnya.
2. Merger Bisa Bikin Grab-Gojek Beromzet Rp 242 T/Tahun
Kabar penggabungan usaha atau merger Gojek dan Grab itu diyakini bisa bikin omzet keduanya naik signifikan. Dilansir dari Tech in Asia, jika kabar itu benar maka keduanya disebut bisa menghasilkan omzet hingga US$ 16,7 miliar atau setara Rp 242 triliun per tahun, sedangkan valuasinya bisa mencapai US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 pada 2025.
Kini, menurut salah satu sumber yang tidak mau disebutkan namanya menyebut detail akhir kesepakatan merger sedang dikerjakan di antara para pemimpin paling senior di setiap perusahaan, mengutip Bloomberg, Rabu (2/12). Entitas gabungan ini akan mengikutsertakan Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp. yang merupakan investor utama Grab.
Dikabarkan, salah satu pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan, sementara eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis gabungan baru di Indonesia dengan merek Gojek.
3. Ditolak Driver
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Taha Syafaril mengaku tidak setuju terkait merger Gojek dan Grab. Dia menilai penggabungan usaha itu dapat melanggar hukum dan bisa menimbulkan monopoli.
"Itu merupakan upaya penguasaan bisnis transportasi online di Indonesia dan secara UU ini pelanggaran hukum, ini monopoli. Kami tidak setuju," kata pria yang akrab disapa Ariel saat dihubungi detikcom.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda), Igun Wicaksono. Jika kedua perusahaan startup terbesar di Asia Tenggara itu digabung, khawatir ada permainan pasar yang bisa mempengaruhi tarif karena keduanya sangat dominan.
"Kalau dari kami kurang setuju ada merger karena dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan tidak sehat, artinya mereka bisa melakukan monopoli pasar. Dengan adanya merger pastinya mereka akan menjadi sangat dominan nanti di pasar, sehingga bisa menimbulkan pengaruh, baik itu dari sisi tarif," kata Igun.
Sumber: detik.com
Post a Comment